oleh

Mukhlas Abdurrauf

Karakter setiap manusia memang sulit untuk ditebak karena merupakan pembawaan sejak lahir ke dunia. Kadang-kadang ada manusia yang menjadi apa adanya, ada juga yang menutupi perilaku jahatnya untuk bertahan hidup. Hal inilah yang membuat penilaian terhadap masing-masing individu menjadi penuh kehati-hatian. Kebenaran yang dilakukan oleh seseorang untuk kebaikan seringkali tidak dapat diterima oleh orang lain, justru malah dijadikan senjata untuk menjatuhkan orang tersebut. Tidak jarang kepribadian manusia seperti ini melakukan perbuatan yang merugikan orang lain seperti afiliator penipuan, dan korupsi. Kasus korupsi sudah sering terjadi di Indonesia yang hingga saat ini merugikan negara sampai ratusan juta rupiah. Bahkan, seringkali para pelaku korupsi ini justru mendapatkan potongan dari hukuman penjara serta bebas dari hukuman yang menjerat kasus korupsi dengan bermodalkan “sopan”.

Menurut Suwartojo, korupsi merupakan suatu tingkah laku yang melanggar norma yang berlaku dengan menyalahgunakan kekuasaan atau kesempatan melalui proses pengadaan yang dilakukan pada kegiatan penerimaan uang atau kekayaan dengan tujuan kepentingan pribadi yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan atau keuangan negara atau masyarakat. Sebenarnya di Indonesia, kasus korupsi telah mendapatkan ancaman hukuman mati sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tetapi problematika yang ada dalam kondisi saat ini, sebagian masyarakat Indonesia ada yang menolak hukuman mati dan memperjuangkan untuk menghapuskan pidana mati dalam sistem pemidanaan di Indonesia, dengan alasan mempertanyakan keefektifan dari penerapan Undang-Undang tersebut, untuk pemberian efek jera dan upaya pemberantasan para pelaku tindak pidana korupsi.Salah satu kasus yang sempat menjadi pembicaraan masyarakat adalah kasus korupsi yang menjerat Kepala Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Namun, yang menjadi topik hangat dalam berita bukan sang pelaku yang melakukan korupsi, tetapi seseorang bernama Nurhayati yang saat itu menjabat sebagai Kepala Urusan Keuangan Desa Citemu. Nurhayati melaporkan adanya dugaan tindakan korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa, tetapi justru Nurhayati dijadikan tersangka dalam kasus tersebut oleh Polres Cirebon.

Dalam video klarifikasi yang berdurasi dua menit tiga belas detik itu dilakukan oleh Nurhayati (dikutip dari news.detik.com) dengan pengakuan yang ia sebutkan ‘saya sebagai pelapor, saya yang memberikan keterangan, saya yang memberikan informasi selama proses penyidikan lebih lanjut selama hampir 2 tahun’. Dalam video, Nurhayati mengaku merasa janggal karena ia yang seharusnya mendapatkan perlindungan justru dijadikan tersangka oleh pihak kepolisian. Pihak kepolisian memberikan keterangan lebih lanjut, didalam video tersebut ‘petunjuknya itu adalah saudari Nurhayati dilakukan pemeriksaan secara mendalam karena perbuatan saudari Nurhayati sebagai bendahara keuangan itu termasuk pelanggaran atau kategori perbuatan melawan hukum. Karena perbuatannya tersebut telah memperkaya dari saudara Supriyadi’. Dari pernyataan pihak kepolisian, dugaan Nurhayati ikut terlibat dalam kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa Citemu. Hal itu tentu saja membuat Nurhayati merasa heran. Hingga Nurhayati dibantu oleh tim kuasa hukum membuat surat yang dikirimkan kepada bapak Mahfud MD dengan tujuan Menkopolhukam bisa ikut mencari solusi atas perkara yang dialami oleh Nurhayati. Melalui akun Twitternya ‘Insya allah status tersangka tidak dilanjutkan, tinggal formula yuridisnya’ bapak Mahfud MD juga menyatakan bahwa Nurhayati tidak perlu datang ke Kemenko Polhukam karena perkara ini telah dibahas bersama polisi dan jaksa.

Dalam perkara ini status tersangka Nurhayati diberhentikan melalui SKP2 yaitu Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon. Selama proses penyidikan hingga dikeluarkannya surat SKP2, Nurhayati mengalami sakit bahkan anak-anaknya pun mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan seperti dirundung oleh teman-temannya. Keberanian Nurhayati terus diserukan dengan mengajak segala lapisan masyarakat untuk melakukan pelaporan apabila terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang dapat menyebabkan kasus korupsi. Karena seharusnya uang negara digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Korupsi merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai kewajiban dan hak orang lain. Korupsi sudah seperti wabah penyakit di Indonesia, hal ini menyebar cepat dan sangat sulit untuk dikendalikan. Menurut survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia dalam tren korupsi, mendapatkan hasil 39,6% menyatakan terjadi peningkatan kasus korupsi di masa pandemi Covid-19 (Liputan6.com, 2020). Hal ini justru sangat memprihatinkan karena dalam masa pandemi yang membatasi ruang gerak justru kasus korupsi yang terdata terjadi peningkatan yang lumayan tinggi. Pesan yang disampaikan oleh Nurhayati diharapkan menjadi suatu masukan dalam diri masyarakat untuk berlaku jujur dan adil.

Redaksi: Jatmika Nurhadi