oleh

Putri Cantika

Angela merupakan salah satu karakter hero di game online MOBA berbasis smartphone, yaitu Mobile Legends. Game yang menduduki peringkat ketiga teratas dalam kategori aplikasi populer di playstore ini sedang marak diperbincangkan di sosial media dikarenakan terdapat fenomena yang di dalamnya mengandung unsur penghinaan terhadap perempuan. Bermula dari seorang player perempuan yang on mic ketika match sedang berlangsung, kemudian perempuan tersebut mengeluarkan suara yang dengan sengaja dibuat-buat dalam bentuk desahan lalu match tersebut direkam oleh seseorang dan dimasukkan ke sosial media. Rekaman tersebut seketika menjadi viral dan ditonton oleh jutaan orang.

Beberapa waktu kemudian, terciptalah stigma bahwa seluruh player perempuan yang memakai hero Angela akan melakukan hal yang sama. Semenjak itu kata “desah” dicap kepada pengguna hero Angela yang dimainkan oleh perempuan. Bahkan meskipun bukan perempuan yang memainkan hero tersebut, tetap akan dicap sebagai “pendesah”. Selain kata tersebut, masih banyak kata penghinaan lain yang berkembang dari “desah”, seperti “lonte” ataupun “open BO” dan penghinaan lain yang lebih merendahkan perempuan.

Bentuk-bentuk penghinaan terhadap perempuan pengguna hero Angela dalam game MLBB hanya terjadi di kalangan pengguna game tersebut. Terdapat simbol-simbol bahasa yang disepakati bersama oleh suatu kelompok sosial yang hanya dapat dimengerti oleh para pengguna MLBB saja. Hal ini berkaitan erat dengan fenomena sosiolinguistik dalam kelompok sosial para pemain MLBB.

Unsur-unsur kebahasaan yang dikeluarkan para penggunanya saat permainan berlangsung memiliki ujaran-ujaran yang bermakna kebencian karena rekan satu tim tidak bekerja dengan baik untuk menghancurkan base lawan. Meskipun dikatakan sebagai fenomena sosiolinguistik, unsur hinaan yang dilakukan oleh kelompok sosial tersebut nyatanya memiliki banyak makna yang menunjukkan bahwa kelompok tersebut telah melakukan pelecehan terhadap perempuan. Eriyanto (2009) membagi dimensi analisis wacana ke dalam tiga dimensi yakni teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.

Penghinaan kepada perempuan yang terjadi dalam game MLBB, yakni “Angela desah” memungkinkan dikaji secara mendalam menggunakan Analisis Wacana Kritis yang akan mengungkapkan bagaimana hubungan antara ujaran bahasa dengan kognisi sosial para pemain game dan konteks sosial yang digunakan para pemain game MLBB. Dikarenakan fenomena ini berkaitan dengan makna dari ujaran, khususnya ujaran kebencian.

Ujaran kebencian yang biasanya terjadi ketika game MLBB berlangsung yakni ujaran yang dilontarkan dengan tujuan memancing rasa benci dari lawan bicara. Dengan menganalisis penggunaan bahasa dalam game MLBB, maka akan diketahui makna tersurat dan makna tersirat dari ujaran yang terdapat pada fenomena yang kerap disebut dengan “Angela desah”. Bagaimana ujaran tersebut diproduksi dan bagaimana pembaca memahami dan menangkap makna dari ujaran tersebut.

Dalam sebuah video yang tersebar lewat platform Tiktok, memperlihatkan player hero Angela yang sedang bermain game dan ketika menghadapi musuh, player perempuan tersebut berujar “ih mati ih ihh ihh”. Kemudian di salah satu kanal Youtube, diperlihatkan seorang player perempuan yang sedang bermain game berujar “ah, ah, ah” karena sedang menghadapi musuh. Kemunculan fenomena tersebut menjadi stigma buruk bagi para pengguna player perempuan. Ujaran ah dan ih yang dilakukan player hero Angela dianggap sengaja dilakukan untuk hal yang mengarah terhadap tindakan seksual.

Jika ditelaah secara seksama, ujaran ah dan ih masih belum memiliki makna jika tidak ada konteks yang membangunnya. Akan tetapi, masyarakat pengguna MLBB menganggap semua para player perempuan sebagai objek seksual karena fenomena desahan. Hal yang nyatanya luput dari fenomena tersebut adalah konteks game MLBB yang pada dasarnya merupakan sebuah arena pertarungan, ketika hero yang ada di dalamnya harus mengalahkan satu sama lain untuk mencapai kemenangan. Kerja sama tim juga sangat diperlukan dalam game ini. Tak jarang ditemukan player yang memiliki tim kurang lihai sehingga terjadilah umpatan-umpatan yang biasanya dilontarkan karena kekalahan.

Konteks yang membangun kebahasaan dalam kelompok pengguna MLBB juga didasari oleh gender. Player perempuan kerap dianggap lebih rendah dibandingkan player laki-laki, atau kerap kali para player perempuan harus mengucapkan ujaran-ujaran yang menjurus kepada ranah seksual. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa kognisi sosial yang dimiliki oleh para player MLBB adalah kognisi yang selalu mengarah kepada perasaan menggebu-gebu untuk menghancurkan tim lawan. Dari kognisi dan konteks sosial masyarakat pengguna MLBB itulah yang kerap kali menghadirkan unsur-unsur hinaan secara bahasa kepada perempuan.

Ujaran “ah” dan “ih” yang kerap dianggap sebagai desah, nyatanya jika dikaitkan dengan konteks yang membangun wacana dalam permainan game, ujaran tersebut hanya sebuah refleks dari perempuan yang sedang bermain game dan melihat musuhnya. Namun karena kognisi masyarkat MLBB yang kognisi sosialnya sudah terbentuk untuk menggebu-gebu menghancurkan tim lawan, maka melihat fenomena ujaran tersebut, nyatanya dijadikan unsur hinaan bagi player perempuan.

Redaktur: Jatmika Nurhadi