Kenyataan yang sering terjadi adalah masih banyak masyarakat yang belum bisa membedakan antara satire dan sarkasme, meskipun kedua hal tersebut sama-sama tergolong ke dalam majas sindiran, akan tetapi nyatanya kedua hal tersebut memiliki perbedaan.

Dilansir dari buku Intisari Bahasa dan Sastra Indonesia, satire adalah gaya bahasa yang berbentuk penolakan dan mengandung kritik dengan maksud agar sesuatu yang salah dicari solusi atau kebenarannya.

Lalu dikutip dari “Ungkapan Satire dan Sarkasme dalam Charlie Hebdo” tulisan Sri Ratnawati, satire pada dasarnya digunakan untuk menyindir secara halus, bahkan bisa dijadikan sebagai lelucon. Hal positif dari satire sendiri kadang kala bisa mengundang hal lucu sehingga bisa menghasilkan kesenangan tersendiri di dalamnya.

Sebaliknya, sarkasme adalah majas yang ditunjukkan untuk menyiratkan, menghina atau mengejek seseorang atau sesuatu. sarkasme bisa berupa penghinaan yang menggunakan kata-kata kasar untuk mengekspresikan ketidaknyamanan atau kemarahan. Mengutip dari masterclass.com disebutkan karena pernyataan sarkastis bertentangan dengan maksud pembicara, sering kali pernyataan tersebut sulit diidentifikasi dan biasanya mengandalkan isyarat verbal dari kata yang diucapkan (seperti nada suara yang mengejek atau menghina untuk menimbulkan efek sarkasme). Fakta uniknya perihal ini semua ialah banyak yang berkata bahwa hanya mereka yang cerdas saja yang sering kali menggunakan kedua majas ini dalam bercakap dengan seseorang. Lalu dilansir dari gagasanonline.com, satire disampaikan seorang yang bijaksana kepada orang yang bijaksana juga. Orang bodoh sangat sulit memahaminya, baginya terlalu rumit mengartikan kata-kata yang bergaya bahasa minimalis tetapi penuh makna.

Kontributor: Fryan Septiansyah